TANYA:
Assalamualaikum wrwb Ustadz, saya mau
tanya, kalau kita belum aqiqah, sebaiknya kita mendahulukan aqiqah atau
qurban dahulu? Terima kasih.
Ahmad, Bandung
JAWAB:
Sobat
Ahmad yang dirahmati Allah SWT, aqiqah adalah sembelihan hewan kurban
untuk anak yang baru lahir dan disyariatkan pada orang tua sebagai wujud
syukur kepada Allah dan mendekatkan diri kepadaNya, serta berharap
keselamatan dan berekah pada anak yang lahir tersebut. Hukum pelaksanaan
aqiqah ini adalah sunnah muakkadah. Imam Ahmad berkata: “Aqiqah
merupakan sunnah dari Rasulullah SAW. Beliau telah melakukan aqiqah
untuk Hasan dan Husain, para sahabat beliau juga melakukannya”.
Waktu pelaksanaannya, disunnahkan pada hari ketujuh. Jika tidak dapat,
maka pada hari keempat belas. Bila tidak, maka pada hari kedua puluh
satu. Sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda: "Semua anak yang lahir tergadaikan dengan aqiqahnya, yang disembelih pada hari ketujuh". [HR Ibnu Majah, Abu Dawud dan At Tirmidzi, dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ Ash Shaghir, 2563].
Rasulullah
SAW juga bersabda: "Aqiqah disembelih pada hari ketujuh atau empat
belas atau dua puluh satu" [HR Al Baihaqi, dan dishahihkan Al Albani
dalam Shahih Al Jami’ Ash Shaghir, 4132]. Ataupun kalau dia tidak mampu
pada hari-hari tersebut, maka dapat dapat dilakukan kapanpun ia memiliki
kelapangan rezeki, sebagaimana makna dari pendapat para ulama madzhab
Syafi’i dan Hambali bahwa sembelihan untuk aqiqah bisa dilakukan sebelum
atau setelah hari ketujuh.
Adapun yang bertanggung jawab
melakukan aqiqah ini adalah ayah dari bayi yang terlahir, namun para
ulama berbeda pendapat apabila yang melakukannya adalah selain ayahnya :
1. Para ulama Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa sunnah ini dibebankan kepada orang yang menanggung nafkahnya.
2.
Para ulama Madzhab Hambali dan Maliki berpendapat bahwa tidak
diperkenankan seseorang mengaqiqahkan kecuali ayahnya dan tidak
diperbolehkan seorang yang dilahirkan mengaqiqahkan dirinya sendiri
walaupun dia sudah besar, karena menurut syariat bahwa aqiqah ini adalah
kewajiban ayah dan tidak bisa dilakukan oleh selainnya.
3.
Sekelompok ulama Madzhab Hambali berpendapat bahwa seseorang
diperbolehkan mengaqiqahkan dirinya sendiri sebagai suatu yang
disunnahkan. Aqiqah tidak mesti dilakukan saat masih kecil dan seorang
ayah boleh mengaqiqahkan anak yang terlahir walaupun anak itu sudah
baligh karena tidak ada batas waktu maksimalnya (al Fiqhul Islami wa
Adillatuhu juz IV hal 2748).
Aqiqah atau Qurban dari keterangan di
atas bisa disimpulkan bahwa aqiqah tidak mesti dilakukan pada hari
ketujuh dan itu semua diserahkan kepada kemampuan dan kelapangan rezeki
orang tuanya. Bahkan aqiqah bisa dilakukan saat anak itu sudah
besar/baligh.
Orang yang paling bertanggungjawab melakukan aqiqah
adalah ayah dari bayi terlahir pada waktu kapan pun ia memiliki
kesanggupan. Namun jika karena si ayah memiliki halangan untuk
mengadakan aqiqah, maka si anak bisa menggantikan posisinya yaitu
mengaqiqahkan dirinya sendiri, meskipun perkara ini tidak menjadi
kesepakatan dari para ulama. Dari dua hal tersebut di atas maka ketika
seseorang dihadapkan oleh dua pilihan dengan keterbatasan dana yang
dimilikinya antara qurban atau aqiqah, maka qurban lebih diutamakan
baginya, karena hal berikut:
1. Perintah berqurban ini ditujukan
kepada setiap orang yang mukallaf dan memiliki kesanggupan berbeda
dengan perintah aqiqah yang pada asalnya ditujukan kepada ayah dari bayi
yang terlahir.
2. Meskipun ada pendapat yang memperbolehkan
seseorang mengaqiqahkan dirinya sendiri, namun perkara ini bukanlah yang
disepakati oleh para ulama. Dalil mereka yang memperbolehkan seseorang
mengaqiqahkan dirinya sendiri adalah apa yang diriwayatkan dari Anas dan
dikeluarkan oleh Al Baihaqi, “Bahwa Nabi saw mengaqiqahkan dirinya sendiri setelah beliau diutus menjadi Rasul”. Kalau saja hadits ini shahih, akan tetapi dia mengatakan,”Sesungguhnya
hadits ini munkar dan didalamnya ada Abdullah bin Muharror dan ia
termasuk orang lemah sekali sebagaimana disebutkan oleh al Hafizh Ibnu
Hajar. Kemudian Abdur Rozaq berkata, 'Sesungguhnya mereka telah membicarakan dalam masalah ini dikarenakan hadits ini'.” (Nailul Author juz VIII hal 161 – 162, Maktabah Syamilah).
Sobat zakat semua, mudah-mudahan penjelasannya bermanfaat. Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Sumber : http://m.kompas.com/read/2012/10/17/14310946/Aqiqah.Dulu.atau.Qurban
Tidak ada komentar:
Posting Komentar